ASS . . .

Forum jual beli berbagai merek pakaian.
Terpercaya bisa cod daerah palembang atau melalui transfer Via bank,
harga belum termasuk ongkir hub 085381416164

Selasa, 18 Oktober 2011

sumber

http://32mine.blogspot.com/2009/11/individu-dan-kelompok-sosial-dalam_19.html

Hubungan Antaretnik: Pandangan Teoretik


Berbicara tentang kelompok etnik (ethnic group) maka yang dimaksud-kan adalah suatu kelompok manu-sia yang dengan sadar menganut suatu kebudayaan mandiri  dengan adat-istiadat dan bahasa sendiri, berbeda dari kebudayaan kelompok lain. Kelompok etnik itu di Indone-sia dapat berwarga seribu orang (suku-suku di tengah-tengah hutan) dan dapat juga berwarga seratus juta orang (suku Jawa). Suatu kelompok etnik yang di dalam baha-sa Indonesia disebut suku dapat bertempat tinggal terisolasi dengan hubungan jarang-jarang saja de-ngan suku lain. Sebaliknya suku besar dapat menyebar di daerah yang luas sekali, bahkan sering membaur dengan suku-suku lain (Soemardjan, 2001).
          Kelompok etnik dikenal seba-gai populasi yang: (1) secara biologis mampu berkembang biak dan ber-tahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya; (3) membentuk ja-ringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan menentukan ciri kelom-poknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain

Proses sosialisasi

[sunting] Menurut George Herbert Mead

George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
  • Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
  • Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
  • Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
  • Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.

[sunting] Menurut Charles H. Cooley

Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.
1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
3. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.

Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.

bidang kajian sosiologi


Sosiologi sebagai ilmu sosial yang mempunyai fokus kajian mengenai tingkah laku manusia mempunyai bidang kajian yang sangat luas, antara lain bidang kajian Sosiologi Industri, Sosiologi Hukum, Sosiologi Pendidikan, Sosiologi Perkotaan, Sosiologi Pedesaan, Sosiologi Kesehatan dan lain-lain.
Sosiologi Industri mengkaji masalah fenomena industri dengan menitikberatkan kajiannya pada faktor manusia dan mengaitkannya dengan faktor mesin serta mekanisme kerja pabrik yang berorientasi pada efisiensi dan efektivitas. Sedangkan Sosiologi Hukum merupakan cabang sosiologi yang mengkaji fenomena-fenomena hukum yang ada di masyarakat. Sementara itu Sosiologi Pendidikan mengkaji proses-proses sosiologis yang berlangsung dalam lembaga pendidikan dengan tekanan dan wilayah tekanannya pada lembaga pendidikan. Di lain pihak Sosiologi Perilaku Menyimpang mengkaji perilaku dan kondisi yang dianggap tidak sesuai dengan norma-norma yang sudah disepakati dalam masyarakat.
Dalam melakukan kajiannya, terutama pada masyarakat modern, sosiologi perlu bekerja sama dengan ilmu-ilmu sosial lainnya membentuk kajian multidisipliner. Antropologi bisa membantu sosiologi dalam hal metodologi mengingat antropologi mempunyai pengalaman yang sangat panjang dalam melakukan penelitian yang bersifat kualitatif. Psikologi bisa memberi masukan bagi sosiologi dalam hal informasinya mengenai kecenderungan-kecenderungan yang sifatnya individual. Sementara itu sosiologi juga harus meminta bantuan ahli sejarah untuk memberi informasi tentang proses historis yang ada dalam fenomena perubahan sosial.
C. Individu dan Kelompok Dalam Kajian Sosiologis
a. Interaksi Sosial
Antara individu dengan kelompok sosial tentu terjadi sebuah hubungan yang disebut dengan interaksi sosial. Interaksi sosial sendiri dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, dimana simbol itu diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya
Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process.
Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber informasi tersebut dapat terbagi dua, yaitu Ciri Fisik dan Penampilan. Ciri Fisik, adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia dan ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana dan wacana.
Interaksi sosial memiliki aturan dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi Situasi dari W.I. Thomas. Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial dan jarak publik. Selain aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi.
b. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial yang berkaitan dengan proses asosiatif dapat terbagi atas bentuk kerja sama, akomodasi dan asimilasi. Kerja sama merupakan suatu usaha bersama individu dengan individu atau kelompok-kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan, di mana terjadi keseimbangan dalam interaksi antara individu-individu atau kelompok-kelompok manusia berkaitan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Usaha-usaha itu dilakukan untuk mencapai suatu kestabilan. Sedangkan Asimilasi merupakan suatu proses di mana pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok.
Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi atas bentuk persaingan, kontravensi dan pertentangan. Persaingan merupakan suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan. Bentuk kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial yang sifatnya berada antara persaingan dan pertentangan. Sedangkan pertentangan merupakan suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.
Untuk tahapan proses-proses asosiatif dan disosiatif Mark L. Knapp menjelaskan tahapan interaksi sosial untuk mendekatkan dan untuk merenggangkan. Tahapan untuk mendekatkan meliputi tahapan memulai (initiating), menjajaki (experimenting), meningkatkan (intensifying), menyatupadukan (integrating) dan mempertalikan (bonding). Sedangkan tahapan untuk merenggangkan meliputi membeda-bedakan (differentiating), membatasi (circumscribing), memacetkan (stagnating), menghindari (avoiding) dan memutuskan (terminating).
Pendekatan interaksi lainnya adalah pendekatan dramaturgi menurut Erving Goffman. Melalui pendekatan ini Erving Goffman menggunakan bahasa dan khayalan teater untuk menggambarkan fakta subyektif dan obyektif dari interaksi sosial. Konsep-konsepnya dalam pendekatan ini mencakup tempat berlangsungnya interaksi sosial yang disebut dengan social establishment, tempat mempersiapkan interaksi sosial disebut dengan back region/backstage, tempat penyampaian ekspresi dalam interaksi sosial disebut front region, individu yang melihat interaksi tersebut disebut audience, penampilan dari pihak-pihak yang melakukan interaksi disebut dengan team of performers dan orang yang tidak melihat interaksi tersebut disebut dengan outsider.
Erving Goffman juga menyampaikan konsep impression management untuk menunjukkan usaha individu dalam menampilkan kesan tertentu pada orang lain. Konsep expression untuk individu yang membuat pernyataan dalam interaksi. Konsep ini terbagi atas expression given untuk pernyataan yang diberikan dan expression given off untuk pernyataan yang terlepas. Serta konsep impression untuk individu lain yang memperoleh kesan dalam interaksi.

Senin, 17 Oktober 2011

PENGANTAR ANTROPOLOGI SOSIAL BUDAYA

PENGANTAR ANTROPOLOGI SOSIAL BUDAYA

Ruang Lingkup dan Perkembangan Antropologi

Antropologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari umat manusia (anthropos). Secara etimologi, antropologi berasal dari kata anthropos berarti manusia dan logos berarti ilmu. Antropologi memandang manusia sebagai sesuatu yang kompleks dari segi fisik, emosi, sosial, dan kebudayaannya. Antropologi sering pula disebut sebagai ilmu tentang manusia dan kebudayaannya.

Antropologi mulai dikenal banyak orang sebagai sebuah ilmu setelah diselenggarakannya simposium International Symposium on Anthropologi pada tahun 1951, yang dihadiri oleh lebih dari 60 tokoh antropologi dari negara-negara di kawasan Ero-Amerika dan Uni Soviet. Simposium ini menghasilkan buku antropologi berjudul “Anthropology Today” yang di redaksi oleh A.R. Kroeber (1953), “An Appraisal of Anthropology Today” yang di redaksi oleh S. Tax, dkk. (1954), “Yearbook of Anthropology” yang di redaksi oleh W.L. Thomas Jr. (1955), dan “Current Anthropology” yang di redaksi oleh W.L. Thomas Jr. (1956). Setelah simposium ini, di beberapa wilayah berkembang pemikiran-pemikiran antropologi yang bersifat teoritis, sedangkan di wilayah yang lain antropologi berkembang dalam tataran fungsi praktisnya.

Dilihat dari perkembangannya, sejarah antropologi dapat dibagi ke dalam 5 fase yaitu fase pertama bercirikan adanya bahan-bahan deskripsi suku bangsa yang ditulis oleh para musafir, penjelajah dan pemerintah jajahan. Fase kedua, sampai fase keempat merupakan kelanjutannya di mana antropologi semakin berkembang baik mencangkup teori maupun metode kajiannya. Fase ke lima merupakan tahap terbaru yang menunjukkan perkembangan antropologi setelah tahun 1970-an.

Menurut Kontjaraningrat, antropologi di Indonesia hampir tidak terikat oleh tradisi antropologi manapun dan belum mempunyai tradisi yang kuat. Oleh karena itu seleksi dan kombinasi dari beberapa unsur atau aliran dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan masalah-masalah kemasyarakatan yang dihadapi.

Kegiatan Belajar 2
Cabang Ilmu Antropologi dan Hubungannya dengan Ilmu Sosial lainnya

Ruang lingkup dan kajian antropologi memfokuskan kepada lima masalah di bawah ini, yaitu:

1. masalah sejarah asal dan perkembangan manusia dilihat dari ciri-ciri tubuhnya secara evolusi yang dipandang dari segi biologi;
2. masalah sejarah terjadinya berbagai ragam manusia dari segi ciri-ciri fisiknya.
3. masalah perkembangan, penyebaran, dan terjadinya beragam kebudayaan di dunia;
4. masalah sejarah asal, perkembangan, serta penyebaran berbagai macam bahasa di seluruh dunia;
5. masalah mengenai asas-asas kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat-masyarakat suku bangsa di dunia.

Berdasarkan penggolongan masalah tersebut, ilmu antropologi terbagi ke dalam 5 cabang ilmu yaitu:

1. Paleoantropologi
2. Antropologi Fisik
Keduanya lebih dikenal sebagai Antropologi Fisik dalam arti “luas”
3. Prasejarah
4. Etnolinguistik
5. Etnologi
Ketiga terakhir secara luas dikenal dengan sebutan Antropologi Budaya atau Antropologi Sosial.

Spesialisasi yang terjadi pada bidang antropologi memungkinkan terjadinya kerja sama antarbidang ilmu, yaitu antropologi dan bidang lain. Sosiologi menjadi salah satu bidang ilmu yang paling erat dengan antropologi karena dianggap banyak persamaannya. Di beberapa universitas kedua ilmu itu telah dilebur menjadi satu jurusan saja yaitu jurusan antropologi-sosiologi atau sosiologi-antropologi. Keterkaitan antara antropologi dengan beberapa bidang ilmu lainnya, di antaranya adalah dengan ilmu administrasi, Ilmu Politik, Ilmu Sejarah, dan psikologi.

MODUL 2
TEORI EVOLUSI DAN PERKEMBANGANNYA

Kegiatan Belajar 1
Teori Evolusi dan Antropologi

Disiplin ilmu antropologi memperoleh tempat sebagai salah satu ilmu pengetahuan setelah menerapkan teori, konsep, dan metode sebagaimana yang dikembangkan oleh ilmu pengetahuan alam. Salah satu teori yang dipinjam adalah teori evolusi dari disiplin ilmu biologi. Pemikiran evolusionisme Darwin menyatakan bahwa semua bentuk kehidupan dan jenis-jenis makhluk hidup yang ada di muka bumi ini mengalami proses evolusi. Pemikiran evolusi ini diterapkan untuk mendeskripsikan dan menganalisis proses-proses evolusi sosial budaya masyarakat. Salah satunya adalah pemikiran Herbert Spencer, salah seorang tokoh evolusionis, yang berpendapat bahwa perkembangan masyarakat dan kebudayaan tiap-tiap bangsa di dunia telah atau akan melalui tingkat-tingkat evolusi yang sama (evolusi universal).

Kegiatan Belajar 2
Teori Evolusi dan Antropologi Masa Kini

Pemikiran evolusi multi-linear muncul dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa pemikiran evolusi unilinear, ketika dihadapkan pada bahan-bahan etnografi yang ada, pada kasus-kasus tertentu ternyata tidak berlaku universal. Sehubungan dengan fakta ini maka dikembangkanlah konsep inti kebudayaan untuk menjelaskan garis-garis spesifik perkembangan dalam masyarakat atau kelompok masyarakat. Pokok pikiran dari teori evolusi multi-linear adalah bahwa bagi kebudayaan yang memiliki inti kebudayaan yang kurang lebih sama akan berevolusi mengikuti suatu rangkaian evolusi yang sama meskipun berbeda dalam detil spesifiknya.

Dalam rangka menjelaskan asal mula terjadinya aneka ragam masyarakat dan kebudayaan manusia di seluruh belahan dunia, selain dikenal adanya teori evolusi juga dikenal adanya teori difusi. Menurut pemikiran difusionisme, kebudayaan manusia itu pangkalnya adalah satu dan di suatu tempat tertentu, yaitu pada waktu manusia baru saja muncul di dunia. Kemudian kebudayaan induk tersebut berkembang dan menyebar ke dalam banyak kebudayaan baru dikarenakan pengaruh lingkungan hidup, alam, dan waktu.

Pemikiran darwinisme dan pemikiran evolusionisme pada akhirnya mengalami perkembangan yang memunculkan pemikiran neo-darwinisme dan neo-evolusionisme. Neo-darwinisme berpendapat bahwa masyarakat dan kebudayaan manusia adalah perpanjangan (berasal) dari makhluk hewan yang berwujud manusia – yang berevolusi. Sementara itu di lain pihak neo-evolusionisme berpendapat bahwa evolusi tidak harus selalu diartikan atau disamakan dengan kemajuan, seperti dari kondisi sederhana menjadi kompleks. Perbedaan kedua pemikiran ini menunjukkan apa sesungguhnya manusia, dan perbedaannya dengan makhluk yang lainnya.

MODUL 3
TEORI STRUKTURALISME DAN PERKEMBANGANNYA

Kegiatan Belajar 1
Fungsionalisme dan Struktural-Fungsionalisme

Dalam menganalisis masyarakat dan kebudayaan umat manusia, salah satu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fungsionalisme dan struktural fungsionalisme. Pendekatan ini muncul didasari oleh pemikiran bahwa manusia sepanjang hayatnya dipengaruhi oleh pemikiran dan tindakan orang lain di sekitarnya, sehingga manusia tidak pernah seratus persen menentukan pilihan tindakan, sikap, atau perilaku tanpa mempertimbangkan orang lain.

Teori fungsionalisme dikembangkan oleh Bronislaw Malinowski, yang banyak mendapat pengaruh dari ilmu psikologi. Dia mengembangkan teori fungsi kebudayaan, melalui kajiannnya yang sangat terkenal yaitu sistem kula pada masyarakat Trobiand. Berdasarkan kajiannya dia menyimpulkan bahwa setiap unsur kebudayaan mempunyai fungsi sosial terhadap unsur-unsur kebudayaan lainnya.

Di lain pihak, Radcliffe-Brown dalam mengkaji gejala sosial yang ada di masyarakat menawarkan konsep struktur sosial. Menurutnya masyarakat adalah sistem sosial yang mempunyai struktur seperti halnya molekul atau organisma. Kajian yang menggunakan konsep struktur sosial ini juga dilakukan oleh Raymond Firth, Evans-Pritchard, dan Fortes.

Kegiatan Belajar 2
Strukturalisme: Kritik dan Perkembangannya

Claude Levi Strauss adalah tokoh dari teori strukturalisme. Sumbangan yang paling dikenal dari Levi Staruss adalah pemikirannya dalam teori oposisi binar. Dalam rangka menjelaskan teori oposisi binar ini, dia mengupas masalah segi tiga kuliner yaitu kajian tentang makanan. Selain itu Levi Strauss juga tertarik dengan masalah kekerabatan dan mengkaji masalah sistem pertukaran dalam kekerabatan.

Dalam perkembangannya ternyata pendekatan struktural fungsional dianggap tidak cukup memadai digunakan untuk mengkaji masyarakat modern. Oleh karena itu muncul pendekatan jaringan sosial, yang dianggap lebih mampu menjelaskan gejala sosial yang ada di masyarakat. Analisis jaringan sosial ini menekankan pada analisis situasional, di mana tindakan sosial, perilaku, dan sikap seorang manusia dianggap tidak bisa lepas dari pengaruh lingkungannya.

Dalam rangka menjelaskan pentingnya konsep jaringan sosial, para ahli membedakan antara penggunaan ide jaringan sosial sebatas metaforikal dan sebagai konsep analitikal. Di dalam realita kehidupan, jaringan hubungan sosial ini sangat kompleks dan saling tumpang tindih atau saling memotong. Untuk itu maka dibedakan antara jaringan total dengan jaringan partial. Sementara itu bila ditinjau dari tujuan hubungan sosial yang membentuk jaringan sosial maka dibedakan atas jaringan interes, jaringan sentiment, dan jaringan power.

MODUL 4
ETNOGRAFI

Kegiatan Belajar 1
Pengertian, Konsep dan Teknik

Etnografi adalah metode yang lazim digunakan dalam penelitian antropologi. Penelitian etnografi ini mensyaratkan dilakukannya penelitian lapangan di mana peneliti bertindak sebagai orang yang sedang mempelajari suatu kebudayaan. Dalam melakukan penelitian etnografi, peneliti harus menguasai secara baik konsep-konsep dan teknik-teknik yang akan digunakannya. Di samping itu untuk memperoleh data yang obyektif maka peneliti harus tinggal di dalam komunitas yang ditelitinya.

Pada periode kajian antropologi klasik, metode etnografi digunakan untuk meneliti masyarakat sederhana. Akan tetapi metode etnografi ini telah mengalami evolusi besar, di mana dewasa ini metode etnografi bisa juga diterapkan untuk meneliti masyarakat kompleks. Dalam meneliti masyarakat kompleks, peneliti akan memulainya dengan mengambil satu atau lebih culture scene sebagai fokus kajian. Di samping itu penelitian pada masyarakat kompleks juga mulai menggunakan teknik-teknik penelitian lainnya seperti teknik survei. Sementara itu teknik analisis jaringan sosial lazim digunakan untuk meneliti masyarakat kompleks dalam rangka mendeskripsikan pola-pola hubungan.

Kegiatan Belajar 2
Penelitian Etnografi pada Masyarakat Kompleks

Masyarakat kompleks adalah masyarakat yang mempunyai karakteristik terbuka, besar dan cenderung heterogen. Dengan demikian maka kebudayaan masyarakat kompleks tidak mewakili cara pandang hidup total dari warganya. Kebudayaan masyarakat kompleks merupakan kelompok-kelompok kebudayaan yang saling tumpang tindih. Untuk itu dalam meneliti kebudayaan pada masyarakat kompleks kita harus menentukan satu atau lebih culture scene sebagai fokus penelitian.

Pengumpulan data penelitian pada masyarakat kompleks selain menggunakan metode etnografi juga digunakan teknik survei untuk mendapatkan gambaran umum dari subyek yang ditelitinya. Di samping itu penelitian pada masyarakat kompleks juga menggunakan metode analisis jaringan sosial. Analisis jaringan sosial sendiri digunakan untuk mendeskripsikan pola-pola hubungan antara satu orang atau satu pihak dengan orang atau pihak yang lainnya. Analisis jaringan sosial dilakukan dengan cara menentukan alpha sebagai titik sentral jaringan yang kemudian diperlebar pada para alter.

MODUL 5
KEBUDAYAAN

Kegiatan Belajar 1
Pengertian dan Karakteristik Kebudayaan

Terdapat dua pendekatan dalam mempelajari kebudayaan yaitu pendekatan ideasional dan pendekatan behaviorisme. Kedua pendekatan ini memandang kebudayaan melalui kacamata yang berbeda. Pendekatan ideasional melihat kebudayaan sebagai sistem kognitif, sementara pendekatan behaviorisme melihat kebudayaan sebagai sistem adaptif. Kedua pendekatan ini melahirkan sejumlah pengertian kebudayaan, sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli. Melalui kedua pendekatan ini maka wujud kebudayaan dapat dilihat sebagai sistem ide/gagasan, sistem perilaku, dan artefak.

Sementara itu dalam melihat dan memahami kebudayaan kita harus mengacu pada sejumlah karakteristik kebudayaan. Karakteristik kebudayaan tersebut antara lain adalah bahwa kebudayaan itu dimiliki bersama, diperoleh melalui belajar, bersifat simbolis, bersifat adaptif dan maladapti, bersifat relatif dan universal.

Kegiatan Belajar 2
Tujuh Unsur Kebudayaan Universal

Setiap kebudayaan di manapun akan mengandung unsur-unsur kebudayaan yang terdiri dari tujuh unsur yaitu sistem pengetahuan (kognitif), kekerabatan, sistem teknologi dan peralatan hidup, sistem religi, sistem mata pencaharian hidup, bahasa dan kesenian. Antara unsur satu dan lainnya akan saling berkaitan tidak dapat berdiri sendiri.

Isi dari setiap unsur kebudayaan akan berbeda antara kebudayaan satu dari yang lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya faktor geografis. Setiap isi dari unsur kebudayaan tidak bersifat statis tetapi akan berubah sesuai dengan tingkat kebutuhan dan proses adaptif yang diperlukan. Sebab pada dasarnya kebudayaan berfungsi mempermudah kehidupan manusia.

Di samping itu terdapat beberapa aspek dari kebudayaan, yaitu integrasi kebudayaan, fokus kebudayaan, dan etos kebudayaan. Aspek-aspek kebudayaan ini juga menjelaskan pada kita bagaimana rupa dan fungsi dari kebudayaan masyarakat tersebut.

MODUL 6
KEHIDUPAN KOLEKTIF ATAU MASYARAKAT

Kegiatan Belajar 1
Pengertian, Konsep dan Bagian-Bagian Masyarakat

Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Sedangkan komunitas adalah suatu kesatuan hidup manusia yang menempati suatu wilayah yang nyata dan yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat serta yang terikat oleh suatu rasa identitas komunitas. Jadi penekanannya lebih pada wilayah.

Kata “masyarakat” berasal dari akar kata syaraka yang berarti “ikut serta, saling bergaul”. Dalam bahasa Arab istilah untuk masyarakat yang bermakna sama dengan bahasa Indonesia “berkumpul” adalah mujtama.

Dalam suatu masyarakat terdapat juga bagian-bagian yang berupa kesatuan-kesatuan manusia dengan ciri-ciri pengikat yang berbeda sesuai dengan kepentingannya. Kerumunan (crowd) dan kategori sosial merupakan kesatuan manusia yang tidak dapat disebut masyarakat karena tidak memiliki empat faktor pengikat, sedangkan kelompok dan komunitas dapat disebut masyarakat karena memiliki faktor tersebut. Empat faktor pengikat masyarakat yaitu ada interaksi antaranggota; adat istiadat dan norma-norma yang mengatur perilaku; berkesinambungan; serta memiliki satu rasa identitas yang kuat.

Kegiatan Belajar 2
Interaksi dan Pranata Sosial dalam Kehidupan Masyarakat

Interaksi merupakan salah satu faktor pengikat masyarakat. Interaksi ini merupakan tindakan individu dalam menjalani kehidupannya. Dalam berinteraksi ini pranata merupakan faktor utama yang mewadahi sistem-sistemnya. Pranata merupakan sistem aturan (norma khusus) yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap untuk memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam masyarakat.

Ada 8 klasifikasi pranata yang sifatnya tidak terlalu baku. Artinya pranata-pranata tersebut masih dapat berkembang sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakatnya. Semakin kompleks masyarakatnya maka akan semakin beragam pranatanya. Di samping itu pranata tidak hanya lahir dari dalam masyarakat yang bersangkutan, tetapi juga dari luar masyarakat yang bersangkutan. Dalam masyarakat juga dikenal adanya peranan sosial, struktur sosial dan jaringan sosial.

MODUL 7
PERUBAHAN KEBUDAYAAN

Kegiatan Belajar 1
Teori dan Mekanisme Perubahan Kebudayaan

Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan kebudayaan yang banyak menjadi perhatian para ahli antropologi adalah adanya penemuan baru dan gejala persebaran unsur-unsur kebudayaan. Untuk mengenali karakteristik unsur kebudayaan dan perubahan kebudayaan terdapat beberapa teori di antaranya adalah teori evolusi dan difusi. Teori evolusi menggambarkan bahwa perubahan kebudayaan terjadi secara perlahan-lahan dan bertahap. Setiap masyarakat mengalami proses evolusi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, masing-masing masyarakat menunjukkan kebudayaan yang berbeda-beda. Salah satu masyarakat dikenal telah maju, sedangkan masyarakat yang lain masih dianggap atau tergolong sebagai masyarakat yang belum maju. Teori difusi memberi ilustrasi lain bahwa perubahan kebudayaan terjadi karena adanya proses pengaruh mempengaruhi dari kebudayaan yang satu terhadap kebudayaan lainnya. Persamaan unsur kebudayaan pada masyarakat yang berbeda dianggap bukan sebagai hasil dari proses evolusi tetapi karena adanya kontak atau hubungan yang terjadi pada masa lampau dari kedua atau lebih masyarakat yang memiliki kesamaan kebudayaan tersebut.

Perubahan kebudayaan terjadi melalui mekanisme yang berbeda-beda. Suatu kebudayaan masyarakat akan berubah melalui mekanisme adanya inovasi atau penemuan baru dalam masyarakat itu sendiri. Sedangkan mekanisme lainnya dapat terjadi melalui proses difusi, akulturasi, culture loss, genocide, dan perubahan terencana (direct change).

Kegiatan Belajar 2
Modernisasi dan Kondisi Masyarakat Mendatang

Modernisasi merupakan fenomena dunia yang dijadikan “alat” untuk mengejar ketinggalan dan memperoleh kemajuan tertentu yang pernah atau sudah diraih oleh negara maju. Dengan demikian sejumlah negara atau bangsa yang tidak melaksanakan modernisasi dianggap akan menjadi negara atau bangsa yang semakin tertinggal bahkan akan dikuasai oleh negara atau bangsa yang lebih berpengaruh. Modernisasi di Barat didahului oleh komersialisasi dan industrialisasi, sedangkan di negara non-Barat, modernisasi didahului oleh komersialisasi dan birokrasi.

Modernisasi menurut Reinhart Bendix (1964) adalah seluruh perubahan sosial politik yang menyertai industrialisasi. Industrialisasi didefinisikannya sebagai pembangunan ekonomi melalui transformasi sumber daya dan kuantitas energi yang digunakan. Makna dari esensi modernisasi adalah sejenis tatanan sosial modern atau yang sedang berada dalam proses menjadi modern..

Beberapa ciri-ciri aspek kemodernan adalah berkenaan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut, setidaknya mengenai produksi dan konsumsi secara tetap; kadar partisipasi rakyat dalam pemerintahan yang memadai; difusi norma-norma sekuler-rasional dalam kebudayaan; peningkatan mobilitas dalam masyarakat; transformasi kepribadian individu, sehingga dapat berfungsi secara efektif dalam tatanan sosial yang sesuai dengan tuntutan kemodernan.

Globalisasi dicirikan dengan lahirnya perjanjian perdagangan bebas yang disepakati oleh beberapa negara seperti WTO (World Trade Organization), GATT (General Agreement on Tariffs and Trade), dan AFTA (Asia Facific Trade Associations). Perjanjian yang disepakati tersebut adalah bahwa para produsen memiliki kebebasan untuk memasarkan produknya ke negara-negara di seluruh dunia, paling tidak bagi negara-negara pendukung perdagangan bebas. Sebuah negara tidak memiliki kontrol secara penuh terhadap pengaruh masuknya produk dari luar. Keberadaan perusahaan transnasional seperti Toyota, McDonald, dan lain-lain yang terdapat di satu negara di luar negara asal perusahaan tersebut merupakan indikasi gejala globalisasi.

MODUL 8
KAJIAN-KAJIAN ANTROPOLOGI

Kegiatan Belajar 1
Religi

Religi merupakan salah satu unsur universal dari kebudayaan. Karakteristik utama religi adalah kepercayaan pada makhluk dan kekuatan supranatural. Masyarakat di dunia memiliki beragam konsepsi tentang makhluk supranatural, namun pada dasarnya dapat diklasifikan atas tiga kategori yaitu dewa-dewi, arwah leluhur, dan makhluk supranatural lain/bukan manusia. Makhluk-makhluk supranatural itu dianggap menguasai dunia atau bagian tertentu dari dunia.

Selain keyakinan akan adanya makhluk dan kekuatan supranatural, tiga komponen penting lainnya dari religi adalah emosi keagamaan, sistem upacara religi, dan umat/pengikut religi.

Ada dua upacara ritual penting yang sering dilakukan masyarakat di dunia yaitu upacara peralihan (Rites of Passage) dan upacara intensifikasi (Rites of Intensification). Upacara peralihan adalah upacara ritual yang berkaitan dengan peralihan dari satu tahap kehidupan manusia ke tahap kehidupan berikutnya. Kelahiran, masa pubertas, perkawinan, dan kematian merupakan tahap-tahap yang dianggap penting dalam kehidupan manusia. Upacara intensifikasi adalah upacara yang dilakukan ketika suatu kelompok dilanda krisis. Upacara ini mempersatukan semua orang dalam kelompok untuk mengatasi masalah bersama-sama.

Religi memiliki fungsi psikologis dan sosial. Religi berperan penting dalam pengendalian sosial. Religi juga berfungsi dalam memelihara solidaritas sosial. Fungsi lain dari religi terkait dengan bidang pendidikan.

Kegiatan Belajar 2
Sistem Perekonomian

Ahli antropologi berasumsi bahwa motivasi seseorang dalam melakukan kegiatan ekonomi sangatlah beragam. Penggunaan sumber daya yang dimiliki manusia dimotivasi oleh berbagai tujuan antara lain: a subsistence fund, a replacement fund, a ceremonial fund, a social fund, dan a rent fund.

Sistem produksi (mode of production) pada dasarnya merupakan strategi adaptasi masyarakat terhadap lingkungan. Faktor-faktor produksi (means of production) meliputi tanah/teritori, tenaga kerja, teknologi, dan modal.

Pertukaran/sistem distribusi yang berkembang di berbagai kebudayaan di dunia dapat difokuskan atas tiga prinsip yaitu: prinsip pasar, redistribusi, dan resiprositas (Karl Polanyi, 1957 dalam Kottak 1991). Resiprositas terbagi atas tiga tingkat yaitu resiprositas umum (generalized reciprocity), resiprositas seimbang (balanced reciprocity), resiprositas negatif (negative reciprocity).

Salah satu alat pertukaran yang banyak digunakan di dunia adalah uang. Beberapa fungsi uang antara lain adalah sebagai alat pertukaran, sebagai standar nilai, dan sebagai alat pembayaran. Mata uang yang memiliki ketiga fungsi tersebut disebut a general purpose money, sedangkan mata uang yang tidak memenuhi ketiga fungsi disebut a special purpose money

MODUL 9
MASA DEPAN ANTROPOLOGI

Kegiatan Belajar 1
Pemahaman Konsep

Setiap kajian antropologi yang pernah dilakukan selalu berusaha untuk memahami kebudayaan dari masyarakat yang dipelajarinya. Oleh karena itu, dalam antropologi, kebudayaan merupakan konsep sentral. Hanya dalam perkembangannya, kini konsep kebudayaan tidak sekedar merupakan alat untuk mendeskripsikan atau alat untuk mengumpulkan data-data kebudayaan tetapi lebih ke arah sebagai “alat analisis”.

Konsep yang mendasar dalam Kegiatan Belajar 2 ini adalah “kebudayaan” dan “adaptasi”. Dalam hal ini, adaptasi adalah berkenaan dengan bagaimana manusia mengatur hidupnya untuk menghadapi berbagai kemungkinan di dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan-kebutuhan dan hambatan-hambatan dalam memenuhinya menuntut manusia untuk beradaptasi. Manusia harus mampu memelihara keseimbangan yang terus-menerus berubah antara kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan potensi yang terdapat di lingkungan di mana dia tinggal dan hidup. Menghadapi berbagai kemungkinan tersebut dalam menjalani hidup inilah yang menjadi tugas utama sebuah “kebudayaan”.

Kebudayaan memang tampaknya sangat stabil. Namun, sebenarnya, sedikit atau banyak, perubahan merupakan karakteristik utama dari semua kebudayaan. Baik itu kebudayaan dari masyarakat maju, maupun kebudayaan dari masyarakat yang sedang berkembang atau masyarakat tradisional. Selain itu, karena kebudayaan mempunyai tugas utama untuk membuat manusia sanggup menghadapi berbagai kemungkinan yang terus menerus berubah dalam menjalani hidup ini maka semua masyarakat manusia yang masih eksis di muka bumi ini mempunyai kebudayaan tanpa kecuali. Di samping itu, sudah selayaknya bila dikatakan bahwa kebudayaan tertentu adalah yang paling sesuai bagi masyarakat pendukungnya. Oleh karena itu pula tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi atau lebih baik dari kebudayaan lainnya.

Sementara itu, sebuah kebudayaan juga perlu memelihara eksistensi dirinya. Kebudayaan, dalam menjaga keberlangsungannya adalah dengan cara menciptakan tradisi-tradisi, seperti yang terdapat pada berbagai pranata-pranata sosial yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan. Dengan kata lain, kebudayaan mengoperasionalkan model-model pengetahuan yang dimilikinya ke dalam pranata-pranata sosial. Ada pranata perkawinan, pranata agama, pranata pendidikan, pranata politik dan sebagainya.

Sedangkan hubungannya dengan “struktur sosial”, pranata-pranata sosial ini berfungsi sebagai pengontrol dalam menjaga keberlangsungan struktur-struktur sosial yang bersumber pada kebudayaan. Selain itu, kebudayaan memberi ‘warna’ atau ‘karakter’ terhadap struktur-struktur sosial yang ada sehingga struktur-struktur sosial yang terdapat pada kebudayaan tertentu akan tampak ‘khas’ bila dibandingkan dengan struktur-struktur sosial yang terdapat pada kebudayaan yang berbeda. Dengan demikian, struktur sosial merupakan ‘operasionalisasi’ dari pranata-pranata sosial – yang telah disesuaikan dengan lingkungan-lingkungan sosial yang ada dalam kehidupan nyata pendukung kebudayaan yang bersangkutan.

Kegiatan Belajar 2
Perubahan dan Keteraturan

Perubahan adalah karakteristik umum dari semua kebudayaan. Meski perubahan merupakan karakteristik kebudayaan, namun proses perubahan tersebut selalu berakhir dengan “keteraturan”, yaitu menuju proses “keteraturan baru”. Setelah tercapai posisi “keteraturan baru” maka proses perubahan akan berjalan kembali. Demikian seterusnya. Oleh karena itu kebudayaan tampak “stabil” dan “kuat” tetapi juga bersifat lentur.

Perubahan dikatakan sebagai karakteristik umum dari semua kebudayaan karena secara alamiah:

1. Lingkungan di mana manusia tinggal dan hidup – yang tampaknya stabil – pada hakikatnya juga dinamis atau selalu mengalami proses perubahan.
2. Adanya variasi pengetahuan kebudayaan dari para pendukung kebudayaan itu sendiri.
3. Penemuan dari para pendukung kebudayaan sehingga terjadi suatu pembaharuan atau inovasi.
4. Selain itu, perubahan juga terjadi karena bermula dari berinteraksi (pertemuan dengan) kebudayaan asing (misalnya karena proses difusi atau hubungan sosial tertentu) sehingga terjadi asimilasi atau akulturasi, pembaharuan atau hilangnya unsur-unsur tertentu dalam kebudayaan.

Proses perubahan yang berlangsung terus menerus ini, pada akhirnya membawa umat manusia masuk ke dalam peradaban perkotaan seperti yang terjadi saat ini. Berbicara tentang peradaban kota tentunya tidak lepas dari proses perubahan karena modernisasi, yang merupakan akibat dan kelanjutan dari keempat faktor di atas.

Modernisasi adalah suatu proses global di mana masyarakat nonindustri berusaha mendapatkan ciri-cirinya dari masyarakat industri atau masyarakat “maju” sehingga terjadi proses perubahan kultural pada masyarakat nonindustri. Masyarakat nonindustri mencoba mengejar ketinggalan terhadap apa yang sudah dicapai oleh masyarakat industri/maju dalam waktu satu generasi (relatif cepat). Akibatnya, masyarakat nonindustri banyak yang mengalami ketidaksiapan atau kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang sedemikian cepat. Akhirnya, Tumbuh kebudayaan “ketidakpuasan” dan “culture lag” di sebagian besar masyarakat nonindustri.

Sementara proses modernisasi berlangsung, proses globalisasi pun sedang terjadi. Masyarakat dunia sedang bergerak ke arah tumbuhnya satu kebudayaan dunia yang “homogen”. Proses modernisasi dan globalisasi ini mendorong masyarakat nonindustri (negara-negara sedang berkembang dan dunia ketiga) ke arah kecenderungan untuk meniru produk, teknologi dan praktek-praktek masyarakat maju. Sementara itu, reaksi lain juga muncul seperti penolakan unsur-unsur yang berbau kebudayaan asing, tumbuhnya etnosentrisme baru, evangelisme/dakwahisme bahkan yang lebih ekstrem lagi muncul seperti “teror-teror” bom yang banyak terjadi saat ini (militan).

Kegiatan Belajar 3
Masa Depan Umat Manusia dan Kajian Antropologi

Kebudayaan pada dasarnya selalu dinamis karena harus terus-menerus menyesuai diri dengan lingkungan dan kebutuhan-kebutuhan hidup para pendukung kebudayaan tersebut. Demikian halnya dengan antropologi. Bukan karena masyarakat nonindustri atau tradisional semakin lama semakin sedikit yang tersisa dan hampir punah karena arus modernisasi dan globalisasi, lalu antropologi kehilangan arah. Selayaknya kebudayaan, antropologi yang dalam setiap kajiannya selalu berusaha memahami kebudayaan dari masyarakat yang ditelitinya (kebudayaan sebagai konsep sentral antropologi) juga dituntut mampu beradaptasi atas perubahan-perubahan yang dialami oleh masyarakat kajiannya. Dalam hal ini, antropologi dituntut beradaptasi secara kultural pula, yaitu adaptasi dalam hal teori dan konsep agar tetap eksis dan mampu memberikan sumbangan teoritis dan praktis.

Tidak hanya beradaptasi semata, tetapi antropologi juga dituntut untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan atau temuan-temuan baru di bidang teori dan konsep dari hasil kajian-kajian yang dilakukannya. Dengan ‘menghilangnya’ masyarakat tradisional bukan berarti antropologi sudah kehilangan lahan penelitian/kajian. Saat ini sudah banyak kajian tentang masyarakat dari peneliti itu sendiri.

Memang banyak kritikan yang ditujukan kepada antropologi dan para ahlinya, terutama di Indonesia. Kritikan-kritikan tersebut umumnya berkisar pada masalah relevansi antropologi dan sumbangan praktis di era pembangunan atau di era modernisasi dan globalisasi saat ini. Misalnya, kajian tentang masalah masyarakat yang hampir punah, waktu penelitian yang relatif lebih lama ketimbang waktu yang diperlukan oleh ilmu sosial lain, masalah sejauh mana antropologi mampu menghasilkan generalisasi atas studi yang dilakukan, dan apakah teori-teori dan konsep-konsepnya masih relevan untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada di era globalisasi. Berbagai kritikan ini harus dipandang sebagai masukan karena hal ini merupakan salah satu pendorong untuk perkembangan antropologi itu sendiri.